Archive for April 17, 2009

SEBENARNYA SIAPA SIH YANG JADI ANAK KECIL ?   13 comments

Kulo nuwun ………..

Terus terang saya ini jarang sekali bisa sholat Jum’at di masjid bareng anak saya. Bukan ndak mau tapi seringnya terpaksa ndak bisa karena kesibukan di kantor. Lebih sering sholat Jum’at di masjid kantor. Tapi hari Jum’at ini saya kok merasa pengen banget sholat Jum’at di masjid komplek rumah kontrakan saya dan tentunya ngajak mas Daffa anak saya mumpung urusan kantor lagi longgar.
Tepat jam 11.30 wib saya nyampe rumah, seperempat jam kemudian kita sudah di dalam masjid. Sebelum berangkat ke masjid, saya sebagai orang tua merasa punya kewajiban untuk mengingatkan anak saya perihal adab sholat Jum’at. Saya nasihati : ‘ mas, nanti kalau sudah di dalam masjid, apalagi kutbah sudah dimulai, mas Daffa ndak boleh ngomong apa-apa ya. Harus diem dan mendengarkan kutbah, soalnya pahala sholat Jum’at nya akan terhapus, satu lagi mas Daffa ndak boleh tidur ’ … kalau yang satu ini memang jadi cirikhas anak saya deh…jum’atan pasti ngantuk sampai ketiduran…. Namanya juga anak kecil, orang tua aja juga banyak yang ketiduran kalau dengerin kutbah Jum’at.

Saya teruskan saja ya ………
Kita sudah di dalam masjid, karena datangnya belakangan dapat shof atau barisan nomer 3 dari belakang. Setelah sholat sunnah 2 rekaat duduklah kita. Di samping kiri saya duduk bapak bapak, saya taksir umurnya sudah 50 tahunan, dengan jenggot lebat, pakai baju koko dan sarung yang serasi warnanya. Saya lihat tangannya tidak berhenti menggerakkan tasbih tanda dia sedang berdzikir. Bau parfumnya wangi khas wangi parfum arab.
Tidak lama kemudian khotib naik ke atas mimbar dan segera memulai kutbahnya. Saya terkesima mendengarkannya. Materi kutbah diantaranya mengenai fenomena banyaknya caleg yang stress gara gara pemilu kemarin, dan tentunya wejangan wejangan sebagaimana rukun kutbah jum’at….( rukun kutbah Jum’at = syarat syah sebuah kutbah Jum’at ).
Selagi khusuk mendengarkan, saya mendengar suara dari arah kiri saya. Begini : kutbah kok koyo acara tivi..( kutbah kok seperti acara tivi )..dan langsung diikuti dengan suara orang lain yang berbeda : iyo…acara tivi saiki na ngendi ngendi podho….isine caleg sing stress ( iya acara tivi sekarang di mana mana sama..isinya caleg yang stres)
Selanjutnya diikuti dengan obrolan yang ndak nggenah sambil tertawa tertawa kecil…
Dheg..lha ini pas sholat Jum’at malah ada yang ngobrol..oalah ternyata yang bicara ini bapak yang duduk di sebelah kiri saya, dengan lawan ngobrol orang yang duduk di sebelah kiri bapak itu.
Wong ndak bener ki..dalam hati saya bilang gitu. Apa mereka ndak pernah sholat Jum’at ya..padahal dilihat dari penampilan mereka yang sudah kelihatan tua gitu seharusnya sudah ribuan kali melaksanakan sholat Jum’at dan ribuan kali pula mereka mendengar peringatan bahwa pada saat khotib menyampaikan kutbah, jamaah tidak diperkenankan untuk mengucapkan satu kata pun..ingat satu kata pun apalagi ngobrol. Jangankah berbicara, sekedar berkata huss dengan maksud misalnya mengingatkan anak kecil yang berbicara saja pahala sholat Jum’atnya hangus…lha ini??
Saat itu pengen banget negur mereka tapi ntar saya juga ikut hangus pahala Jum’atannya. Ya sudah saya ndak bisa apa apa kecuali nggrundel dalam hati.
Lalu saya noleh ke kanan. Saya lirik anak saya, dia lagi khusuk mendengarkan kutbah, duduk bersila, dengan kepala sedikit tertunduk. Dalam hati : emang cah bagus tenan kamu le..tapi saya perhatiin matanya udah merem melek tanda dia ngantuk…halah le pancet ae…tapi kali ini saya acungi jempol dia. Selama di masjid ndak nanya ato ngajak ngomong sedikitpun anak saya itu. Dia diem aja.
Saya bandingkan antara anak saya dengan bapak tua tadi.
Umur jelas kalah anak saya, bapak itu menang.
Kemampuan otak saya yakin anak saya saat ini ya kalah, bapak itu menang lagi.
Kemampuan logika karena masih kecil seberapa sih kemampuan anak kelas 1 SD dibanding si bapak tadi, lagi lagi bapak tua itu menang
Terakhir : kedewasaan………
Anak saya nurut dengan tidak berkata sepatah kata pun selama sholat, sementara bapak itu sebaliknya.
Tempat sholat sama, waktunya samaan, yang didengarkan sama tapi sikap berbeda.
Nah dalam hal ini saya bisa berkata bahwa anak saya lebih dewasa dibandingkan dengan bapak itu. Point kedewasaan menang anak saya, bapak itu kalah.
Pelajaran yang saya petik dari kejadian tadi siang adalah kedewasaan seseorang tidak semata mata diukur dari umurnya saja, tetapi juga diukur dari bagaimana orang tersebut bersikap. Orang yang sikap kedewasaannya tinggi pasti tidak akan ngobrol tatkala sedang mendengarkan kutbah Jum’at.

Sesederhanakah pemikiran saya itu ?…..anda yang menilainya.

Posted April 17, 2009 by mas adien in Diri Saya

Tagged with , , , , , ,